Wednesday, September 4, 2013

Memahami Tumbuhan secara Kimiawi


Tumbuhan adalah makhluk hidup yang paling unik. Menjadi sumber makanan bagi makhluk hidup lainnya; dan hanya sangat sedikit menjadi pemangsa bagi jenis tumbuhan lainnya.

Dapat hidup di mana saja; termasuk di udara (meski dengan menempel pada tumbuhan lainnya). Tumbuhan pula disebutkan sebagai pioneer; pembentuk tanah. Bebatuan manapun pasti akan mau berdialog dengan tumbuhan; meski sepertinya hanya hamparan padang gurun yang enggan.

Tersebutlah jenis tumbuhan; rerumputan. Hampir dari keseluruhan rerumputan menyimpan tunas dan melanjutkan hidupnya di dalam umbi akarnya. Cukup banyak ragam rerumputan seperti ini. Begitu pula dengan jenis tetumbuhan lainnya ... sangat beragam dan berjenis-jenis.

Tetumbuhan dalam pemahaman kimiawi, adalah sistim akar, batang, dedaunan, kembang, buah, dan asupan nutrisi dari tanah serta serangga penyerbuk. Kesemua sistim tersebut di atas merupakan campuran dan larutan kimia yang ada untuk proses transfer nutrisi, ataupun sebagai bahan makanan dan persediaan atau timbunan produk. Senyawa kimiawi yang terlarut dalam cairan tumbuhan (bisa plasma atau bentuk lainnya) kadang membentuk dirinya secara khusus untuk kemudian diidentifikasi sebagai enzim, zat aktif dan sebagainya yang menjadikan tumbuhan itu spesial dan berkarakter.

Beberapa contoh dan perbandingannya di antara tetumbuhan tersebut adalah tanaman obat, seperti vanila, lada, pala, cengkeh, kayu manis; kesemua yang dikelompokkan dalam nama dagang rempah-rempah ternyata memiliki kemiripan metabolisme sehingga mampu menghasilkan suatu kumpulan senyawa kimia utama dengan karakter turunan PEA (Phenyl Ethyl Amine).

Bandingkan dengan kelompok tumbuhan lain seperti tanaman Poppy yang mampu menghasilkan senyawa aktif morfin pada getah buahnya. begitu juga dengan berbagai tanaman obat lainnya seperti kanabis, khat, coca, teh, efedra, kopi, coklat dan sebagainya..

Pertanyaan: mengapa setiap tanaman mampu menghasilkan suatu zat aktif yang spesifik ?

Pengandaian: jika sistematika metabolisme tanaman itu diketahui rincian mekanisme kerjanya maka sintesa atau fabrikasi produk zat aktif tersebut otomatis bisa direalisasikan.

Ternyata pengandian itu bisa menjadi jawaban atas pertanyaan di atas. Sehingga memahami tumbuhan secara kimiawi akan membawa kita kepada mekanisme sintesanya.

Pola RetroSintesa:
Ilmu kimia organik di abad 21 banyak sekali mengandalkan teknik retro-sintesa untuk memahami dan menganalisis mekanisme sintesa suatu senyawa. Terbilang para ahli seperti Corey dkk yang memeulai metoda ini sepertinya akan lebih lengkap dengan mendiskusikannya bersama para ahli tanaman yang mampu membedah dan mengenal sistematika biologis tanaman.

Meski demikian, panduan retro sintesa telah memberikan sumbangan metoda bagi pendayagunaan setiap jenis reaksi yang telah dihasilkan oleh para ahli kimia di awal abad 20 (baca: kumpulan Sintesa Organik - Roger Adam - Editor) yang menghasilkan suatu perkembangan ilmu kimia moderen yang terpopuler yaitu reaksi polimerisasi yang mengadopsi dan mengkombinasikan reaksi seperti Diels-Alder dengan reaksi-reaksi sintesa organik lainnya.

Ada kemiripan metoda ini dengan teknik membedah anatomi tumbuhan untuk menganalisisnya secara khusus sistematika dan mekanisme kerja suatu tanaman. Dengan demikian maka, belajar dari tumbuhan adalah salah satu solusi berdamai dengan alam. 

Contoh lain dari 'Memahami Tumbuhan secara Kimiawi' adalah mengenal proses sintesanya atau mengenal proses isolasinya. Sebelumnya ada gambaran penting berkenaan dengan tetumbuhan dan manusia. Di mana tetumbuhan sebagai penghasil oksigen adalah satu-satunya makhluk hidup yang menghasilkan oksigen justru sebagai hasil lain atau sisa reaksi metabolismenya dalam mensintesa produk karakteristiknya. Selebihnya semua makhluk hidup di muka bumi ini hanyalah pengguna oksigen atau merupakan konsumen oksigen tersebut. Di samping itu warna hijau yang menyegarkan mata manusia adalah impak lain dari keberadaannya dalam sistim kehidupan yang sebenarnya kesegaran itu berasal dari produk oksigen yang dihasilkannya.

Mekanisme proses sintesa maupun mekanisme proses isolasi zat aktif dari dan atau pada tumbuhan ternyata (hipotesa) memberikan impak perilaku dari efek konsumsi zat aktif tersebut. Mengkonsumsi LSD-25 misalnya memberikan suatu perasaan paranoida dan berkecenderungan untuk mengurung diri jauh dari sinar matahari karena ternyata proses sintesa senyawa aktif ini memang tidak boleh terhampar sinar matahari maupun cahaya (pustaka: dari berbagai sumber). Orang cendering bermain dengan imajinasi warna dan menyenangi halusinasi yang diakibatkannya, nikmat dan memberikan efek prasangka serta paranoida (ketakutan akan sesuatu benda atau objek di sekelilingnya) seolah suatu tingkah lincah burung nuri atau suatu sensitifitas binatang anjing jenis pudel yang mana kedua subjek tersebut lebih dikenal sebagai hewan dengan kemampuan unik sebagai penjaga atau penunggu atau pemberi alarm bisa diimajinasikan dengan struktur kimiawinya. Selain itu bahwa kebanyakan sumber bahan baku yang berupa jamur ergot yang terdapat pada tumbuhan gandum yang merupakan bahan baku yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia di dunia maka efek berantai yang diberikannya pun menjadi yang paling eksotis atau paling berpengaruh (baca perihal LSD dan penggunaan  di dalam masyarakat sosial manusia di berbagai sumber yang bisa diakses lewat search-machine internet). Maka jadilah LSD-25 sebagai obat plesir (Recreational-Drugs) yang pernah dan paling populer sejagat. Apalagi saat kita harus melakukan perjalanan di pagi hari atau melakukan suatu perjalanan wisata yang memang akan lebih cenderung melihat dan berada di dalam alam dan perjalanan yang hijau karena pepohonan atau biru karena warna air laut.

Pengalaman setiap pengguna saat berplesir bersama obat ini telah memberikan terbentuknya lapisan-lapisan masyarakat (baca generasi) yang mampu membahasakan setiap detail pengalaman mereka ke dalam aplikasi kemampuan mereka baik itu dalam bidang sosial politik ekonomi, ilmu pasti alam dan rekayasa serta bidang humaniora. Hal yang hampir sama saat kelak kemudian orang memandang bahwa sekuil senyawa LSD yang kalau dibentuk menyerupai senyawa amfetamiin mampu membuat penggunanya menikmati suatu ketinggian dan kecepatan gerak yang memicu produksi hormon adrenalin yang juga memiliki kemiripan struktur kimiawi dengan senyawa turunan amfetamin, misalnya (Pustaka: Serial NIDA Research Monograph 41 April 1982, dan berbagai sumber lain perihal 'Addict'). 

Pertanyaan selanjutnya: apakah kita memang mesti mengkonsumsinya karena ketidakmampuan tubuh manusia mensintesanya ?

Persoalan apakah manusia memang harus mengkonsumsinya hal itu menjadi realtif, bergantung pada advise kesehatan dan advise sosial-budaya. Karena nyatanya memang mengkonsumsi tanaman dengan kandungan zat aktif telah lama sejak zaman dahulu kala oleh manusia. Bentuk sederhananya adalah sebagai bumbu dan penyedap makanan, kemudian ada yang mengkonsumsinya secara khusus untuk maksud tertentu. 

Penutup
Memahami Tumbuhan secara Kimiawi, bisa menjadi jawabannya karena dengan memahami komposisi zat aktif di dalam tumbuhan maka kombinasi penggunaannya bisa menjadi suatu bentuk sintesa menyeluruh dengan melibatkan manusia sebagai penentu metabolisme (target sintesa). Dengan kata lain jika tumbuhan mampu menghasilkan suatu zat aktif yang bernilai sebagai produknya, apalagi manusia yang bertindak sebagai konsumen dan tentu lebih komplit sistem metabolismenya. Dan karenanya pula menjadi penting untuk perlu memahami tumbuhan secara kimiawi.

Semoga bagi-bagi tulisan ini memberi manfaat buat yang membacanya.

------------------------------------ awal september 2013








Monday, September 2, 2013

Serial Alkaloida: Capung Bromo



Capung-Bromo:
Ilmu Kimia, Farmakologi dan Toksikologi dari suatu Turunan Benzodifuran yang Berefek seperti LSD
Coppola M dan Mondola R1 dan Mondola R2
1Departemen Ketergantungan, ASL CN2, Viale Coppino 46, 12051, Alba (CN), Italy
2Departemen Kesehatan Mental, ASL CN1, Via Torino 70/B, 12037, Saluzzo (CN), Italy


diIndonesiakan oleh rn sakti dari Artikel Riset:
‘Addiction: Research & Therapy - Volume 3 • Issue 4 • 1000133 J Addict Res Ther
ISSN:2155-6105 JART an open access journal


Abstract Abstrak
Bromo-DragonFly is a potent and long-acting psychedelic drug producing both LSD-like effects and amphetamine activation. This drug appeared within the recreational drug market in the early 2000s, since then, many cases of severe intoxication and fatalities related with its consumption have been signalled in some countries. The aim of this paper is to summarize the clinical, pharmacological and toxicological information currently available about this new and dangerous hallucinogenic substance of abuse. Capung-Bromo merupakan suatu obat psikedelik yang kuat dan berdurasi lama yang memberi efek aktivitas baik seperti LSD maupun seperti amfetamin. Obat ini muncul di pasar obat-obatan rekreasional di awal tahun 2000an, lantas, banyak kasus yang sangat memambukkan dan kematian yang berhubungan dengan penggunaan obat ini telah muncul di beberapa Negara. Tujuan dari artikel ini untuk meringkas informasi klinis, farmakologis dan toksikologis terkini yang bisa diperoleh tentang penyalahgunaan zat halusinogen yang berbahaya yang baru ini.


Keywords: Bromo-DragonFly; Bromo-benzodifuranil-isopro­pylamine; Spamfly; Fly-compounds; Phenethylamines Katakunci: Capung-Bromo (Bromo-DragonFly); Bromo-benzodifuranil-isopropilamin; Spamfly; Melayang (Fly); Fenetilamin.

Pendahuluan
Dalam dekade terakhir, penyebarluasan obat-obatan psikotropika yang menjadi keluarga (merupakan turunan) fenetilamin telah semakin meningkat [1,2]. Obat-obatan tersebut kadang dibuat secara illegal di laboratorium bawah tanah atau dipasarkan lewat internet oleh toko-pintar dan pemasok bahan kimia penelitian [1,3]. Kini, suatu senyawa yang berhubungan dengan fenetilamin yang bernama BromoDragonFly (BDF) telah memperoleh ketenaran yang luas di kalangan orang muda untuk efek yang seperti LSD [4]. BDF merupakan zat psikedelik sintetis yang kuat dan berdurasi aktif lama yang digunakan sebagai obat plesir sejak tahun 2001 [4]. Obat ini, juga disebut ABDF, FLY, DOB-Dragonfly, spamfly, placid, B-fly, 3C-Bromo-Dragonfly, bromo-benzodifuranil-isopropilamin, pertama kali disintesa oleh Matthew A. Parker di laboratorium David E.Nichols di Universitas Purdue di tahun 1998 sebagai suatu penetlitian baru untuk menyelidiki struktur dan aktivitas sistim syaraf pusat (CNS) serotim reseptor [5]. Nama BDF diambil dari penyusunan ulang kerangka bangun struktur molekul dan dragon fly untuk keberadaan dua cincin furan yang saling bertolak belakang pada cincin pusat fenil yang membentuk sayap (Gambar-1). Belum ada studi epidemilogis yang menyelidiki penyebaran BDF di masyarakat (pengguna), tapi sejak obat ini muncul di pasar obat plesir, beberapa kasus seperti mabuk yang hebat dan kematian telah dihubungkan dengan pemakaian zat itu di beberapa Negara [3,4,6-10]. Selanjutnya secara berturut-turut, 1230 dan 7600 rekam investigasi kepolisian tentang BDF telah dibuat di Finlandia di tahun 2009 dan 2010 [11]. Sebagai tambahan, pembahasan tentang obat halusinogen ini di antara para pengguna masih bisa diikuti secara langsung dalam forum obat ini [12-16]. Akhirnya, dengan menggunakan pencarian pada Google Insights, suatu pola pencarian yang menggunakan spesifikasi jenis, tempat pencarian, dari wilayah mana dan sifat zat, telah menunjukkan kalau ada perhatian yang meningkat akan obat ini berasal dari eropa hingga amerika utara di tahun ini [17]. Selain menjadi suatu zat yang bisa menyebabkan suatu hal yang menunjukkan kekuatan obat ini dan perihal daya mabuknya [9], masih sangat sedikit informasi tentang bahaya penggunaan jangka pendek (acute) dan penggunaan jangka panjang (chronis) dari daya racunnya pada manusia. Tujuan artikel ini untuk merangkum informasi terkini yang bisa diperoleh perihal klinis, farmakologis dan toksikologis dari penyalahgunaan zat halusinogen yang baru dan berbahaya ini.

Metoda
Bisa dicari literature ini dalam kumpulan data elektronik seperti: PubMed, Embase, PsycINFO, Cochrane database, TOXNET, dan MedScape. Kata kunci yang digunakan: Bromo-DragonFly, ABDF, FLY, DOB-Dragonfly, spamfly, placid, B-fly, 3C-Bromo-Dragonfly, bromo-benzodifuranil-isopropilamin. Selanjutnya, berikan spasi pada artikel ilmu pengetahuan resmi dan meminta untuk memperoleh pencarian data seluas mungkin, hasilnya disatukan bersama dengan semua informasi yang berhubungan yang bisa diperoleh dalam suatu pustaka yang tidak konvensional seperti drugs forum, web-journal dan brankas data bahan kimia. Referensi yang tidak konvensional itu dicari dengan mesin pencari Google dan bisa menemukan semua hal dari kami yang berhubungan tentang laporan atau eksperimen pribadi yang memberi penjelasan tentang efek psikotropikanya, efek samping, rasa penggunaannya dan kecenderungan penyalahgunaan dengan mengkonsumsi BDF. Tidak ada batasan bahasa yang digunakan dalam pencarian itu.

Sifat Kimia
BDF, nama IUPAC adalah 1-(8-bromobenzo [1,2-b;4,5-b’]difuran-4-yl)-2-aminopropana, merupakan suatu senyawa yang berhubungan dengan fenetilamina yang masuk dalam kelas benzodifuran [18]. Zat ini, formula molekul-nya C15H12BrNO2, tersedia secara umum dalam warna pink atau bubuk Kristal putih. Basa bebasnya memiliki BM 294.14389 g/mol dan TL 240oC. BDF umumnya disalurkan oleh fabrik sebagai suatu garam HCl yang larut dalam air dengan BM 330.61 g/mol [18-20]. Selanjutnya, produk ini digunakan untuk kepentingan rekreasional (plesiran) yang juga dipasarkan dalam bentuk cairan, yang diresapkan pada kertas dan dalam tablet [17,18].

Pharmacology Farmakologis
Studies in vitro and in animal models have shown that BDF is the most potent of the dihydrobenzofuran analogues with high affinity binding to the 5HT2A receptor [5,19]. BDF exists in two stereoisomeric forms R and S, and R-enantiomer shows more potency and more affinity to the 5HT2A receptor than S-enantiomer [5]. In drug discrimination studies in LSD-trained rats, used as an initial screen for evaluating the behavioural activity or hallucinogenic potential of new molecules, BDF was slightly more potent than LSD [5,19]. Furthermore, BDF showed to be a very potent ligand for the cloned human 5HT2A and 5HT2C receptors [19]. BDF also acts at 5HT2B receptor, but with an affinity lower than at 5HT2A receptor [21]. In addition, some data suggest that BDF acts as an agonist at α1-adrenergic receptor [4,22]. The action at both α1-adrenergic receptor and serotonin receptor in blood vessels could explain BDF induced severe vasoconstriction [4,22]. Studi in vitro dan dengan model hewan telah menunjukkan kalau BDF analog dihidrobenzofuran yang paling kuat dengan ikatan afinitas yang tinggi terhadap reseptor 5HT2A [5,19]. BDF hadir dalam dua bentuk stereoisomer yaitu R dan S, dan R-enansiomer lebih kuat dan lebih mengikat afinitasnya ke reseptor 5HT2A dari pada S-enansiomer [5]. Dalam studi pembedaan obat dengan tikus yang teruji dengan LSD, digunakan sebagai saringan awal untuk mengevaluasi aktivitas perilaku atau kekuatan halusinigen dari molekul baru, BDF sedikit lebih kuat dari LSD [5,19]. Selanjutnya, BDF menunjukkan suatu ikatan (ligan) yang sangat kuat ke reseptor cloned manusia 5HT2A dan 5HT2C [19]. BDF juga memberikan aksi pada reseptor 5HT2B, tetapi dengan afinitas (daya gabung/tarik) yang lebih lemah dibandingkan pada reseptor 5HT2A [21]. Tambahan, beberapa data menunjukkan kalau BDF memberikan suatu aksi sebagai agonis pada reseptor α1-adrenergik [4,22]. Aksi (kejadian) pada reseptor α1-adrenergik dan reseptor serotonin di dalam pembuluh darah dalap menjelaskan BDF memberikan induksi vasoconstriksi yang kuat [4,22].

Rasanya (Cara) saat penggunaan
Seperti LSD, BDF umumnya digunakan dalam bentuk rembesan kertas. Beberapa laporan mengusulkan penggunaan BDF lewat insuflasi hidung dan pemakaian dalam bentuk cairan, kadang kala dalam bentuk tablet. Formulasi cairan kadang kala dicampur (assumed) pada keeping gula. Informasi para pengguna mengusulkan kalau BDF kadang kala dikonsumsi dengan mengkombinasikannya (menggabungkannya, mencampurkannya) dengan zat psikotropika lainnya seperti: amfetamin, kokain, katinon sintetis, ketamin, kanabis, alcohol, benzodiazepine, kratom, LSD, 2C-B [4,7,10].

Toksikologi (Daya Racun/Kemampuan Memabukkan)
BDF digunakan orang karena lamanya durasi efeknya yang seperti LSD [4]. Dilaporkan dosisnya sekitar 100-2100 μg, secara khusus, batch yang kuat di Eropa umumnya mengandung zat aktif ini 200-500 μg sementara yang lemah, batch amerika antara 800-2100 μg [12,23]. Efek yang diperoleh antara lain: kaleidoskopis, halusinasi, penyimpangan persepsi atas ruang dan waktu, visualisasi warna yang beresolusi tinggi, kegemerlapan lampu, peningkatan energy, meningkatnya pemikiran bersahabat, sejahtera (enak), memperpanjang kenikmatan seksual dan eforia yang lembut. Penggunaa melaporkan kalau ada efek psikotropika dalam 20-90 menit dengan pemakaian oral dan 30-60 menit dengan pemakaian lewat hidung [4,7,10]. Pengguna juga melaporkan adanya penundaan aksi ‘on’ hingga 6 jam setelah penggunaan oral, khususnya jika BDF dimakan saat kenyang. Dalam keadaan ini, mereka dapat mencoba dosis lain atau memikirkan obat lain yang dosis pertamanya bisa memberikan efek psikotropika [4,7,10]. Durasi aksinya antara 6-24jam dengan lamanya masa redah hingga 2-3hari [4,7,10]. Efek yang tidak diinginkan antara lain: lamanya halusinasi, eforia, flashback, kegelisahan, insomania yang hebat, kepala pucing, kebingungan, sedikit perubahan pada ingatan, berangan-angan, pemikiran yang paranoid [4,7,10]. Dalam laporan kasus itu diperoleh dari perawatan medical setelah mengkonsumsi obat plesiran BDF, efek samping yang paling umum adalah: tachycardia, tekanan darah tinggi, hyperpyrexia, mydriasis, agitasi (gangguan) psikomotor, halusinasi, serangan (kejutan) yang sama rata (generalized seizures), rhabdomyolysis, masalah pernafasan, gangguan hati dan ginjal, peripheral ischaemia [24,27]. Pasien yang dirawat dengan beragam obat vaso-dilating seperti inhibitor ACE, nitroprusside, analog prostacylin, gliseril tri-nitrat,calcium channel blockers, tetapi tak satupun dari mereka yang dilaporkan efektif [26,27]. Gagal (gangguan) ginjal dirawat dengan veno-venus-hemodiafiltration sementara komplikasi seperti aspiration pneumonia dan gangguan pernafasan dirawat dengan intravenous antibiotics dan bantuan pernafasan [25-27]. Kalau pun ada, agitasi dan simpton psikotis dirawat dengan intravenous benzodiazepines dengan dosis yang lebih besar [24,25]

Fatalitas
Beberapa (penyebab) kematian berhubungan dengan penggunaan BDF telah bermunculan di beberapa Negara berbeda seperti Swedia, Norwegia, Finlandia, Denmark dan Amerika Serikat [3,6,726-28]. Meski demikian, hanya sangat sedikit yang telah dipublikasikan tentang analisis toksikologis paska kematian (post-mortem toxicological analysis). Dalam kasus yang dilaporkan dari Denmark, seorang wanita 18tahun ditemukan mati setelah mengkonsumsi cairan BDF. Telah dideteksi adanya BDF di dalam femoral bood (darah femoral) dengan konsentrasi 4.7±0.7 μg/kg (dua kali penentuan dalam dua rangkaian analisis). Konsentrasi BDF yang dideteksi dalam urin dan vitreous humour secara berurutan adalah 22±2 μg/kg dan 0.5±0.1 μg/kg. otopsi menemukan adanya pembukaan oedema (revealed oedema) pada paru-paru, sedikit oedema pada otak, pembesaran pada limpa, iritasi pada selaput lender di dalam perut dan perubahan ischemic di dalam ginjal. Konsentrasi darah dari BDF ditemukan di dalam kematian wanita 8x lebih tinggi daripada semua yang ditemukan dalam contoh dari dua pria yang dirumahsakitkan (yang meninggal di rumahsakit) setelah menggunakan obat plesiran BDF [3].

Pengobatan
Selama ini, tidak ada indikasi yang disepakati dari BDF dalam farmakologi manusia, meski demikian, itu diketahui melibatkan reseptor 5HT dalam aturan (biasanya terjadi, dengan adanya) tekanan intraocular di dalam manusia. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa berbagai ikatan (ligan) reseptor serotonin 5HT1A dan 5HT2A, termasuk BDF dan beberapa analognya, menyebabkan aktivitas intraocular hypotensive, pada monyet dan kelinci setelah penggunaan topical [28,29]. Itu telah diduga bahwa reseptor serotonin 5HT agonis tanpa efek psikotropik dapat dikembangkan untuk perawatan ocular hypertension (hipertensi pada mata) dan glukoma pada manusia [29].

Pembahasan
Zat halusinasi telah digunakan oleh budaya (kehidupan) asli manusia selama berabad-abad, meski demikian, penggunaannya secara umum dibatasi hanya untuk upacara keagamaan dan kepentingan penyembuhan dan diatur dalam tatacara seremonial [30,32]. Dalam decade terakir, zat tersebut telah diterima secara luas dengan sangat popular di kalangan orang muda pengguna obat-obatan yang mengalami efeknya sevara mendasar dalam ‘acara senang-senang atau pesta’ [33-35]. Penggunaan zat halusinasi untuk plesiran telah secara luas disenangi untuk lebih meningkatkan kekuatan dan molekul yang legal itu memiliki kemampuan untuk memuaskan apa yang dimaui oleh para pengguna [35]. Secara khusus, penggunaan internet sebagai suatu sumber potensial informasi tentang penyalahgunaan obat-obatan [36] yang dihasilkan di dalam penggunaan beberapa penelitian bahan kimia sebagai zat pengganti untuk obat-obatan plesiran dan zat illegal [1,37-42]. BDF merupakan suatu hasil sintesa bahan kimia di tahun 1998 untuk melacak struktur reseptor serotonin CNS dan aktivitasnya [5]. Molekul ini adalah suatu yang sangat kuat dan mengalami aksi agonist yang panjang pada reseptor 5-HT2A yang digunakan orang untuk mendapatkan efek seperti LSD [4,18,35]. Kenyataannya, sebagaimana yang ditunjukkan dari beberapa kejadian, reseptor 5HT2A merupakan lokasi utama untuk aksi halusinogen dan umumnya hampir semua obat halusinogen memberi tindakan (aksi) sebagai agonist pada reseptor ini [43]. Itu dipertimbangan bagi turunan pertama  ariletilamin untuk melampaui kekuatan LSD dalam hal upaya pengubahan perilaku dan molekul pertamanya memiliki aktivitas yang mirip dengan LSD yaitu memiliki satu inti aromatic selain benzene atau indole [19]. Molekul ini tampaknya tercirikan dalam penjualan on-line oleh pemasok bahan kimia penelitian karena sintesanya biasanya rumit buat para kimiawan klandestin dan membutuhkan peralatan canggih (operator yang berpengalaman) [44]. Menentukan pola tiksitas akut yang dimunculkan oleh kedua hal baik itu kasus intoksikasi (keracunan/kemabukan efek dari bekerjanya zat aktif) yang ditunjukkan di beberapa Negara dan laporan para pengguna yang dihadirkan dalam drug forum termasuk efek psikedelik yang digabungkan dengan aktivitas seperti amfrtamin [4,7,10,25,27-29]. Selanjutnya, kemampuan yang meliputi stimulasi 5HT2A dan reseptor α1-adrenerjik dapat menjelaskan adanya konstraksi pada pembuluh halus sel urat (otot) dan memberikan konsekuansi vasokonstriksi (kontraksi pembuluh darah) yang hebat [4,23,44]. BDF adalah suatu zat yang dianggap menyebabkan (adanya) perhatian dalam kaitannya dengan kekuatannya dan daya toksik dan banyak Negara telah mempublikasikan peringatan bahaya tentang toksisitasnya [9,44]. Orang yang mudah terpancing dapat didorong untuk menggunakan BDF lewat komentar on-line dan video yang menegaskan tentang kekuatan dan lamanya kejadian halusinogen berlangsung [35]. Selanjutnya, dalam apa yang disebut sebagai “rave atau party scene”, beberapa pengguna yang belum pernah merasakan halisinogen ini dapat tertipu karena membeli yang ditukarkan dengan LSD [4,18]. Mengingat tingginya toksisitas klinis, ketajaman perhatian komunitas kesehatan menjadi penting sekali untuk maksud mencatat dan mengawasi penyebaran halusinogen serotonerjik yang maha kuat ini.

Kesimpulan
BDF adalah suatu obat psikedelik yang kuat dan beraktivasi lama yang menghasilkan dua efek seperti LSD dan amfetamin.  Informasi yang ada kini mengusulkan kalau obat ini dapat menghasilkan intoksinasi (kemabukan) yang hebat dengan komplikasi medical yang serius termasuk rhabdomylysis, masalah pernafasan, gagal liver dan gagal ginjal, pheripheral ischaemia dan psychosis. Gabungan potensi farmakologikal dan toksisitas klinis dengan konsumsi zat ini menjadi alasan perhatian bagi komunitas kesehatan. Suatu kerjasama internasional yang lebih baik adalah sangat diperlukan dalam maksud untuk memonitor dan mencegah penyebaran zat rekreasional yang berbahaya ini.

PUSTAKA
1.        European Monitoring Centre for Drugs and Drug Abuse (2012) EMCDDA-Europol 2011 Annual Report on the implementation of Council Decision 2005/387/JHA.
2.        Ramsey J (2011) Detecting and monitoring new psychoactive substances in wastewater.
3.        Andreasen MA, Telving R, Birkler RI, Schumacher B, Johannsen M (2009) A fatal poisoning involving Bromo-Dragonfly. Forensic Sci Int 183: 91-96.
4.        Psychonaut Web Mapping Project Research Group.
5.        Monte AP, Marona-Lewicka D, Parker MA, Wainscott DB, Nichols DE (1996) Dihydrobenzofuran analogues of hallucinogens. 3. Models of 4-substituted (2,5-dimethoxyphenyl)alkylamine derivatives with rigidified methoxy groups. J Med Chem 19: 2953-2961.
6.        MacDonald AM, Kinniburgh D, Lyon AW (2011) A Novel Designer Drug-Bromo-Dragonfly. Therapeutics & Toxins News.
7.        Parr S (2011) Substance Abuse in the 21st Century: A New Look.
8.        Second Victim Dies After Taking Designer Drug In Konawa.
9.        European Monitoring Centre for Drugs and Drug Abuse. EMCDDA-Europol 2009 Annual Report on the implementation of Council Decision 2005/387/JHA.
10.     Belgian Early Warning System on Drugs (BEWSD) (2011) Warning about lethal batch of 2C-E.
11.     European Monitoring Centre for Drugs and Drug (2012) Abuse Statistical bulletin 2012 Other substances seized, 2004 to 2010.
12.     Erowid Experience Vaults.
13.     Drugs-Forum (2012).
14.     Drugs, Booze (2012).
15.     Bluelight (2012).
16.     Zoklet (2012) Self experiences.
17.     Google Insights for Search 2012.
18.     Dargan P, Wood DM (2010) Technical profile of bromo-dragonfly. European Monitoring centre for Drugs and Drug Addiction.
19.     Parker MA, Marona-Lewicka D, Lucaites VL, Nelson DL, Nichols DE (1998) A novel (benzodifuranyl) aminoalkene with extremely potent activity at the 5-HT2A receptor. J Med Chem 41: 5148-5149.
20.     ChemSpider (2012) Bromo-DragonFly.
21.     Dipartimento Politiche Antidroga (2009) 1-(8-bromobenzo[1,2-b;4,5-b’] difuran-4-yl)-2-aminopropane (Bromo-Dragonfly).
22.     Brown JS, Davis GB, Kearney TE, Bardin J (1983) Diffuse vascular spasm associated with 4-bromo-2,5-dimethoxyamphetamine ingestion. JAMA 249: 1477-1479.
23.     Darryl (2008) Bromo-Dragonfly & the DEA Microgram Bulletin. CNS Productions.
24.     Nielsen VT, Hogberg LC, Behrens JK (2010) Bromo-Dragonfly poisoing of 18-year-old male. Ugeskr Laeger 172: 146-152.
25.     Wood DM, Looker JJ, Shaikh L, Button J, Puchnarewicz M, et al. (2009) Delayed onset of seizures and toxicity associated with recreational use of bromo-dragonFLY. J Med Toxicol 5: 226-229.
26.     Personne M, Hulten P (2008) Bromo-Dragonfly a life threatening designer drug. Clin Tox 46: 379-380.
27.     Thorlacius K, Borna C, Personne M (2008) Bromo-dragon fly-life-threatening drug. Can cause tissue necrosis as demonstrated by the first described case. Lakartidningen 105: 1199-1200.
28.     Feng Z, Mohapatra S, Klimko PG, Hellberg MR, May JA, et al. (2007) Novel benzodifuran analogs as potent 5-HT2A receptor agonists with ocular hypotensive activity. Bioorg Med Chem Lett 17: 2998-3002.
29.     May JA, McLaughlin MA, Sharif NA, Hellberg MR, Dean TR (2003) Evaluation of the ocular hypotensive response to serotonin 5-HT1A and 5-HT2A receptor ligands in conscious ocular hypertensive cynomolgues monkey. J Pharmacol Exp Ther 306: 301-309.
30.     Shepard GH Jr (1998) Psychoactive plants and ethnopsychiatric medicines of the Matsigenka. J Psychoactive Drugs 30: 321-332.
31.     Lowy B (1971) New records of mushroom stones from Guatemala. Mycologia 63: 983-993.
32.     Schultes RE (1969) Hallucinogens of plant origin. Science 163: 245-254.
33.     Klein M, Kramer F (2004) Rave drugs: pharmacological considerations. AANA J 72: 61-67.
34.     Lassen JF, Ravn HB, Lassen SF (1990) Hallucinogenic psilocybine containing mushrooms. Toxins contained in Danish wild mushrooms. Ugeskr Laeger 152: 314-317.
35.     Corazza O, Schifano F, Farre M, Deluca P, Davey Z, et al. (2011) Designer drugs on the internet: A phenomenon out-of-control? The emergence of hallucinogenic drug Bromo-Dragonfly. Curr Clin Pharmacol 6: 125-129.
36.     Eurobarometer (2011) Young people and drugs: Analytical report
37.     Coppola M, Mondola R (2012) Research chemicals marketed as legal highs: The case of pipradrol derivatives. Toxicol Lett 212: 57-60.
38.     Coppola M, Mondola R (2012) 3,4-methylenedioxypyrovalerone (MDPV): chemistry, pharmacology and toxicology of a new designer drug of abuse marketed online. Toxicol Lett 208: 12-15.
39.     Hughes B, Winstock, AR (2012) Controlling new drugs under marketing regulations. Addiction.
40.     Gibbons S (2012) ‘Legal highs’--novel and emerging psychoactive drugs: a chemical overview for the toxicologist. Clin Toxicol (Phila) 50: 15-24.
41.     Sainsbury PD, Kicman AT, Archer RP, King LA, Braithwaite RA (2011) Aminoindanes--the next wave of ‘legal highs’? Drug Test Anal 3: 479-482.
42.     Van Hout MC, Brennan R (2011) ‘Heads held high’: an exploratory study of legal highs in pre-legislation Ireland. J Ethn Subst Abuse 10: 256-272.
43.     Nichols DE (2004) Hallucinogens. Pharmacol Ther 101: 131-181.
44.   Huntington BC (2009) Synthesis and intermediate/by-product analysis of Bromo-dragonfly, a dihydrobenzofuran analogue of phenethylamine hallucinogens.



--- Robertus: Independent Researcher and Consulting ----
2011-2013